Pasal4 PP Nomor 58 Tahun 2010 tentang Perubahan Atas PP Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana menyatakan pakaian yang dipakai oleh hakim, penuntut umum, panitera, dan penasihat hukum selama pemeriksaan dalam sidang pengadilan adalah toga berwarna hitam dengan lebar simare dan bef dengan atau tanpa peci Kewajibanini diatur dalam Pasal 4 ayat (1) Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 19 Tahun 2009 tentang Tata Tertib Persidangan ("Peraturan MK 19/2009"). Jadi, kewajiban hakim untuk memakai toga berlaku untuk setiap persidangan dalam lingkup pengadilan apapun. Sedangkan kewajiban bagi jaksa penuntut umum untuk memakai toga, hanya diberlakukan Bolehsaja seorang pria mengenakan 'imamah atau peci dan boleh juga ia membiarkan kepalanya tanpa penutup kepala dalam shalat atau pun dalam kondisi lainnya. Dan perlu diperhatikan bahwa tidak perlu sampai seseorang menjelek-jelekkan orang lain atau melecehkannya dalam hal ini. Baca Juga: Hukum Memakai Kaos Bola Bersimbolkan Salib PerbedaanKopiah Hitam, Putih, dan Bermotif dalam Penggunaannya Sehari-hari. oleh Erfransdo. 19 Desember 2021. 0. A A. Dalam KBBI, kopiah mempunyai arti peci yang biasa dipakai orang Islam waktu salat. Sementara itu, kopiah juga mempunyai arti lain yaitu sejenis topi tradisional bagi orang Melayu yang biasa juga disebut dengan songkok. . Banyak kita jumpai, sebagian habâib, kiai, maupun tokoh Muslim dunia melilitkan sehelai kain di atas kepala mereka. Lilitan ini dikenal sebagai imâmah. Di Indonesia, Hadratussyekh Muhammad Hasyim Asy’ari, KH Abdul Wahab Chasbullah, KH Maemun Zubair, Habib Luthfi bin Yahya, KH Musthafa Bisri serta ulama lain tampak memakai imâmah, meskipun ada yang tidak terus-menerus—terkadang memakai peci, kopiah maupun penutup kepala imâmah hukumnya adalah sunnah baik untuk shalat atau sekadar sebagai perhiasan. Hal ini berdasar atas beberapa hadits Nabi Muhammad ﷺ. Meskipun hadits-hadits tersebut dinilai dlaif, namun karena jumlahnya yang banyak, antara satu hadits dengan yang lain menjadi saling menguatkan. Demikian diungkapkan oleh Sulaiman al-Jamal dalam kitabnya Hâsyiyah al-Jamal. Salah satu hadits yang menyebutkan bagaimana Rasul memakai imâmah adalah sebagai berikutأَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَطَبَ النَّاسَ وَعَلَيْهِ عِمَامَةٌ سَوْدَاءُArtinya “Sesungguhnya Rasulullah ﷺ berkhutbah di hadapan masyarakat sedangkan beliau mengenakan imâmah berwarna hitam.” HR Muslim 452 Ada yang berpandangan, imamah adalah pakaian adat. Ia mempunyai kedudukan seperti halnya bagaimana Rasulullah mengenakan baju, memakai terompah, buang air kecil, dan lain sebagainya. Apakah kemudian menggunakan baju, terompah, buang air kecil itu menjadi sunnah karena Rasulullah memakainya atau melakukannya? Jika Baginda Nabi makan dan minum, apakah otomatis sunnah bagi kita melakukan kegiatan yang sama? Terdapat definisi sunnah yang mempunyai makna bahasa lughatan, yaitu semua jenis perilaku Rasulullah. Hanya bermakna perilaku. Istilah ini lebih lekat dengan dalam disiplin hadits. Dalam ilmu fiqih, sunnah bermakna satu hal yang apabila dikerjakan mendapatkan pahala, apabila ditinggalkan tidak mengakibatkan dosa. Dalam konteks makna sunnah sebagai perilaku Rasul itu, posisi sunnah tak ubahnya adat atau kebiasaan manusia pada dari pandangan di atas, menurut kalangan Syafiiyyah, menggunakan imâmah adalah sunnah baik secara istilah hadits maupun secara kaca mata fiqih. Artinya, menggunakannya mendapatkan pahala, jika tidak menjalankan, tidak mendapatkan dosa. Berikut penjelasan Syekh Sulaiman al-Jamal وَتُسَنُّ الْعِمَامَةُ لِلصَّلَاةِ وَلِقَصْدِ التَّجَمُّلِ لِلْأَحَادِيثِ الْكَثِيرَةِ فِيهَاArtinya “Disunnahkan memakai imâmah untuk shalat dan dalam rangka berhias diri karena banyak hadits yang menyebut hal tersebut.” Sulaiman al-Jamal, Hâsyiyah al-Jamal, [Beirut, Ihyâut Turats al-Arabiy tanpa catatan tahun], juz 2, halaman 89 Masih dalam kitab yang sama, Syekh Sulaiman juga mengatakan, sunnah pula memakai kopiah/peci di dalam imâmah maupun memakai peci saja tanpa menggunakan imâmah. Pernyataan Syekh Sulaiman tersebut senada dengan perkataan mufti Hadramaut, Sayyid Abdurrahman Ba Alawi dalam karyanya Bughyatul Mustarsyidîn sebagai berikutوَتَحْصُلُ سُنَّةُ الْعِمَامَةِ بِقَلَنْسُوَةٍ وَغَيْرِهَاArtinya “Kesunnahan memakai imâmah dapat pula dicapai dengan memakai peci atau sejenisnya.” Sayyid Abdurrahman Ba Alawi, Bughyatul Mustarsyidîn, [Beirut, Dârul Fikr, 1994, halaman 144.Dengan demikian dapat disimpulkan, memakai peci, kopiah ataupun penutup kepala sejenis merupakan kesunnahan secara fiqih karena dianggap sama dengan imamah, serta Rasulullah juga menggunakan itu. Sebagaimana kesunnahan yang mirip dengan adat yang lain, seperti gosok gigi, i’tikaf dan lain sebagainya, memakai imamah ataupun peci, bagi pemakainya akan mendapatkan pahala jika disertai dengan niat melakukannya dalam rangka melaksanakan kesunnahan atau meniru perilaku Rasulullah ﷺ. Ahmad Mundzir

hukum memakai peci hitam